September 2018 - Podium.com

Kamis, 27 September 2018

Demonstrasi Yang (sedikit) Salah Dimengerti

September 27, 2018 0
Demonstrasi Yang (sedikit) Salah Dimengerti

Saat membuat tulisan ini, suasana Kota Banjarmasin sedang hangat-hangat dingin. Bukan perihal tahun politik yang kian meruncing antara pendukung “Ganti” atau “Tetap”, tapi pergerakan mahasiswanya yang saya rasa kembali “bergairah”. Hari ini tadi misalnya, saya mendapat informasi bahwa ada sekelompok mahasiswa yang sedang menggelar aksi demonstrasi. Pun demikian beberapa minggu yang lalu juga dengan aksi serupa bahkan lebih viral di mana-mana.

Kalau boleh saya sebut, sekarang Banjarmasin sedang mengalami Musim Demo-selain musim langsat, durian, rambutan, dan kawan-kawannya. Ya, belakangan mulai bermunculan aksi-aksi demonstrasi yang dimotori oleh para mahasiswa. Mungkin Anda juga boleh mentafsirkan mengapa saya menyebutnya “Musim”. Itu berarti yang sekarang ini terjadi hanyalah sementara. Kadang-kadang ada, kadang-kadang sepi senyap.

Jika sependapat, Anda boleh menebak-nebak penyebab kemunculan “musim” itu. Mungkin Anda akan mengatakan jika mahasiswa sekarang telah kehilangan idealisme, lebih sibuk dengan dunianya sendiri, hanya kebetulan cari sensasi, atau karena kultur budaya “Papadaan” sehingga cukup diselesaikan dengan kekeluargaan. Sah-sah saja semua pendapat itu.

Tapi kali saya tidak mau terlalu jauh mencampuri atau membahas tentang mereka yang berdemonstrasi di sana (selanjutnya saya singkat menjadi “demo” saja). Saya tak punya kapasitas untuk hal itu. Juga tidak tahu menahu duduk permasalahan. Akan berbahaya jika saya berani “ngomong” macam-macam. Bisa jadi hanya menambah emosi dan memperkeruh suasana, iya kan?. Karena itu saya bahas hal lain saja namun masih berkaitan.

Mendengar istilah demo yang dilakukan oleh kawan-kawan saya--saya sebut kawan karena mereka adalah mahasiswa sama seperti saya, saya jadi teringat dengan kalimat yang dulu pernah dilontarkan seorang teman dalam sebuah forum. Dikatakannya bahwa “untuk apa mahasiswa melakukan demo? Padahal mahasiswa bisa melakukan aksi nyata yang lebih kreatif dan bermanfaat ketimbang demo di jalan raya.” Kurang lebih demikian. Di sini saya ingin sedikit saja meluruskan pandangan mengenai demo itu sendiri.

Ada kesalahan ketika membenturkan antara demo dengan aksi nyata. Seolah-olah dua hal tersebut amat bertentangan. Bukankah demo juga termasuk aksi nyata? Melakukan pengkajian isu, diskusi, membuat spanduk, mobilisasi masa, turun ke jalan, pidato dan orasi, dan sebagainya, apakah itu bukan aksi nyata? Coba bandingkan dengan mereka yang hanya berdiam diri apalagi apatis? Mana yang lebih berkontribusi melakukan aksi nyata? (maaf kalau ada yang tersinggung).

Selain itu, demo adalah perwujudan kepedulian kepada keadaan masyarakat. Siapa yang tega melihat orang-orang miskin terlantar begitu saja, anak-anak tidak bersekolah dan berkeliaran di lampu merah, utang negara yang kian hari bertambah walaupun katanya negeri ini amat KAYA, serta setumpuk masalah lainnya. Ya setidaknya usaha mereka ini patut diapresiasi karena sudah menunjukkan kepedulian. Mereka berusaha menyuarakan masalah yang terkadang saking lamanya tidak terselesaikan, akhirnya dianggap biasa.


“Bicara kepedulian mulu. Harusnya kalau peduli itu bantu langsung. Misal galang dana buat diberikan ke orang miskin. Daripada demo cuma buang-buang energi dan uang,”

Saya akan menjawab pertanyaan dari kelompok….(eeh maaf. Kebawa suasana diskusi kuliah).

Jadi gini ya, perlu saya tekankan terlebih dahulu untuk tidak membentur-benturkan dua hal yang sebenarnya sama-sama tidak salah bahkan bisa dilakukan secara beriringan. Mau demo sambil galang dana, juga bisa kan? Kalaupun tidak, juga tidak masalah. Kenapa begitu? Saya kembali teringat, di sebuah forum diskusi, Denny Siregar pernah berucap bahwa ia prihatin dengan aksi 212 yang sebenarnya uang dari aksi tersebut bisa disumbangkan untuk orang-orang yang membutuhkan-pernyataan yang sama dengan yang di atas. Lalu kemudian dijawab Sujiwo Tedjo dengan telak bahwa kehidupan ini begitu kompleks. Tentu saja tidak bisa kita menggunakan kaidah logika dari bang Denny. Ya kalau begitu, berarti kita tidak usah menggelar acara A, B, C, D, E…..Z karena lebih baik dananya disumbangkan saja.

Demo juga merupakan bentuk sadar diri. Lho kok bisa? Iya bisa. Contoh sederhananya begini. Saya ambil kasus lama seperti banyaknya tenaga kerjas asing yang masuk ke Indonesia-termasuk yang bekerja sebagai buruh. Tentu urusan mengenai WNA adalah tugas negara melalui lembaga negara yang ditunjuk. Tidak mungkin kalau misalnya mahasiswa melakukan razia warga asing, terus menginterogasi, memberikan peringatan, hingga mendeportasi. Aneh bin lucu kan jadinya? Karena itu lewat demo, mereka berusaha mengingatkan yang punya wewenang untuk memperhatikan tuntutan mereka demi kenyamanan bersama. Karena tidak mungkin jika mahasiswa yang turun tangan. Sampai sini pahamkan ya???

Terakhir, bahwasanya demo memiliki kekuatan dan daya tekan yang relatif tinggi. Kalau kita flashback sebentar ke era 1998, di mana kekuasaan absolut Soeharto akhirnya bisa tumbang setelah adanya demonstrasi yang terus-terusan dilakukan berbagai macam pergerakan mahasiswa secara sistematis dan militan. Contoh lain yang lebih baru seperti kasus penistaan agama yang akhirnya baru bisa tercapai semua tuntutan ketika jutaan orang turun ke jalan.

Oleh karena itu, jangan pernah memandang sebelah mata sebuah aksi demo. Kita semua juga pasti tahu, bahwa demo-demo besar bisa berawal demo kecil-kecilan. Saat demo skala kecil, namun tiba-tiba misalnya beberapa orang ditangkap tanpa alasan jelas atau yang lebih ektrim tiba-tiba digigit anjing petugas yang sengaja dilepaskan, nah ini bisa menjadi pemantik gelombang demo selanjutnya. Namun saya tak mengharapkan hal-hal semacam ini terjadi.


“Mentang-mentang mahasiswa, Anda selalu membela demonya mahasiswa. Seolah-olah semua yang mereka lakukan adalah benar,”

Baiklah, saya mengerti maksud Anda. Karena itu, dalam tulisan ini saya juga sampaikan saran saya kepada kawan-kawan mahasiswa yang akan melakukan demo. Yang paling penting adalah tidak melakukan anarkisme. Ingat, benda-benda ataupun fasilitas yang dirusak tersebut bisa jadi akan membawa dampak kurang baik kepada orang lain. Belum lagi biaya ganti yang akan dikeluarkan. Uangnya tentu berasal dari kantong kita sendiri yang disalurkan melalui pajak.

Saya juga mewanti-wanti kawan-kawan semua agar tidak mudah terpancing emosi yang berujung pengrusakan. Ingat, ketika hal itu terjadi, saya khawatir justru akan menjadi serangan balik kepada aksi mahasiswa tersebut. Pada akhirnya orang akan menarik kesimpulan bahwa mahasiswa melakukan demo yang tidak mencerminkan jati diri mahasiswa. Kalau sudah begini, hilang sudah esensi dan tujuan demo yang diharapkan termasuk tuntutan yang disampaikan. Kita harus mewaspadai pemutarbalikan opini yang memang sudah biasa terjadi di negeri ini.

Terakhir, jangan pernah lupa untuk melakukan pengkajian dan pendalaman isu yang ingin diangkat atau disampaikan pada saat demo. Diskusi dengan orang yang ahli, tabayyun, dan musyawarah adalah langkah-langkah spesifik yang mestinya dilakukan sebelum aksi demo itu terselenggara. Jangan sampai tuntutan yang disampaikan justru tidak relevan bahkan tidak tepat sasaran. Kejadian semacam ini pastinya kontras dengan semangat intelektualitas mahasiswa.

Berkaitan dengan pengkajian isu, cobalah untuk berfikir out of the box. Cari sampai ke akarnya apa penyebab sebenarnya dari sebuah masalah yang mengemuka. Apakah hubungannya hanya dengan kepemimpinan, kebijakan pemerintah, atau bahkan sistem yang sedang dianut. Semua itu bukanlah hal tabu dan harus benar-benar ditelusuri-jika memang tujuannya untuk mencari solusi.

Saya, atau bahkan banyak masyarakat lainnya sangat tidak mengharapkan jika aksi-aksi demo hanya dilakukan untuk mencari sensasi belaka apalagi sekadar menjalankan program kerja organisasi misalnya. Kita semua ingin agar demo yang dilakukan kawan-kawan mahasiswa memang membawa sebuah misi besar untuk perubahan bangsa dengan dilandasi kepedulian untuk menyelesaikan semua problematika yang terjadi di negeri ini.

Salam Mahasiswa!!!

Di bawah kuasa tirani
Kususuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
(Buruh Tani – Lagu Perjuangan Mahasiswa)

sumber gambar : pixabay.com