Maret 2019 - Podium.com

Sabtu, 16 Maret 2019

Nanti-Nanti Tiba-Tiba Mati

Maret 16, 2019 0
Nanti-Nanti Tiba-Tiba Mati



Dulu-tapi tidak terlalu lama, dalam sebuah forum diskusi, seorang perempuan bertanya. Ia menanyakan bagaimana jika ada seseorang yang sangat sulit diajak mengkaji Islam dengan alasan klasik; SIBUK. Sibuk di sini bermacam-macam. Subjeknya adalah mahasiswa, maka bisa kita bayangkan kesibukan itu bisa berupa tugas yang menumpuk, kerja kelompok, kegiatan organisasi-jika dia seorang yang aktif di organisasi, buku-buku perkuliahan yang harus ia baca dan pahami. Atau kalau kita sedikit berprasangka buruk, kesibukannya juga meliputi bermain game, nonton drama korea atau sinetron, dan mungkin pula jalan-jalan sambil jepret-jepret dan update status.

Saat itu kebetulan saya bertindak sebagai moderator yang memandu acara termasuk memandu sesi diskusi dan pertanyaan. Setelah minta izin dengan narasumber utama, saya mencoba untuk menjawab pertanyaan yang membuat saya gregetan tersebut.

Pertanyaan itu saya jawab pula dengan pertanyaan. Saya katakan, “kalau tidak bisa mengkaji Islam karena alasan sibuk, pertanyaan saya, apakah orang yang sekarang mengkaji Islam adalah orang yang tidak sibuk?” begitu kata saya. Tak ada yang menjawab. Beberapa peserta laki-laki terlihat menganggung-angguk saja. Entah karena paham atau bahkan sebaliknya.

Pernyataan semacam itu sebenarnya lumrah terjadi. Sayapun beberapa kali pernah merasakannya. Bukan lagi dalam bentuk pernyataan, tapi sudah sampai pada perbuatan. Dapat dipahami pula, bahwa mahasiswa dengan segala macam pandangan hidupnya selalu ada kecenderungan untuk beralasan itu. Tak terkecuali diri saya sendiri, bisa saja itu terjadi.

Bicara mengenai kesibukan tadi, perlu kita dudukkan terlebih dahulu inti permasalahannya. Pada hakikatnya, setiap orang pasti memiliki banyak urusan yang harus diselesaikan, yang itu kemudian membuatnya banyak kesibukan. Kita studi kasus saja. Dalam kasus mahasiswa-seperti saya singgung di paragrap sebelumnya, bahwa kita memiliki banyak sekali kesibukan. Ada tugas perkuliahan yang harus kita kerjakan. Jumlah dan tingkat kesulitan dari tugas tersebut bisa membuat kita harus memeras otak lebih keras dan tentunya lebih banyak waktu yang diperlukan. Belum lagi bagi yang sudah semester tua, bisa kita bayangkan sendiri bagaimana tugas-tugas itu akan menjadi layaknya hantu yang selalu membayangi setiap langkah kaki.

Apakah kesibukan berhenti sampai di situ? Tentu belum. Masih ada kesibukan lain semisal keperluan pribadi dan kos-kosan. Dalam hal ini sebagai mahasiswa perantauan, semua harus dikerjakan secara mandiri, bukan?. Mulai dari memasak, mencuci pakaian & sepatu, mencuci piring, bersih-bersih kamar, mengisi galon, bahkan sampai membersihkan kamar mandi-kalau di tempat tersebut ada aturan piket semacam itu. Ada pula tuntutan dan rasa rindu untuk bisa pulang ke kampung halaman menjenguk orang tua. Kalau sudah seperti itu, jangankan mau berangkat ke majelis ilmu, menjaga kamar agar tidak seperti kapal perang yang kalah perang saja amat sulit untuk dibayangkan.

Umumnya begitulah wujud dari istilah “sibuk” itu sendiri. Ya, seputar kuliah dan kos. Namun, bagi mereka yang aktif dalam organisasi, kesibukan masih berlanjut. Yuhuu.

Kesibukan dalam organisasi tentu beragam bentuknya tergantung jabatan apa yang sedang diemban. Hal ini amatlah wajar karena hierarki jabatan memberikan jobdesc dan wewenang yang berbeda di tiap tingkatannya. Semakin ke atas, tugas akan semakin banyak dan kompleks. Perbedaan ini juga masih terlihat pada jenis organisasi tersebut. Antara komunitas kepenulisan akan berbeda beban tugasnya dengan komunitas yang bergerak di bidang sosial.

Dalam organisasi, yang sering terjadi dan dialami semua pengurus adalah rapat. Rapat di sini bermacam-macam tergantung keperluan. Bisa rapat program kerja, rapat divisi, rapat kepanitiaan, rapat evaluasi, dan rapat-rapat lainnya. Proses rapat juga tidak selalu berjalan lancar. Bisa jadi harus ada drama kemoloran waktu mulai, perdebatan dengan air mata berderai-derai, saling menjatuhkan, hingga saling menasihati. Tentu saja, waktu, tenaga, dan fikiran cukup terkuras di sini. Begitupula dengan jobdesc yang diberikan dan harus dikerjakan.

Kurang lebih seperti itu kesibukan yang mengelilingi kita (mahasiswa). Menyelesaikan semua itu tentu tergantung cara yang kita terapkan, termasuk bagaimana membagi dan mengalokasikan waktu. Ada yang mampu menyelesaikan dengan baik dan tepat waktu, namun tak sedikit yang keteteran dengan semua itu. Tugas-tugas tersebut jangan kira hanya datang sebulan atau seminggu sekali. Bisa jadi, justru setiap hari.

Bicara tentang mahasiswa, sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari yang namanya kewajiban. Mahasiswa wajib belajar dengan baik, mengerjakan tugas yang diberikan dosen, tugas organisasi jika ada, dan sebagainya. Memang sudah seharusnya begitu tatkala menjadi seorang mahasiswa. Dosen saya sendiri pernah mengatakan, justru aneh jika seorang mahasiswa tidak mendapat banyak tugas. Kalau tidak mau dapat banyak tugas, kembali ke SD saja, mau?

Dari sini, bisa kita ambil kesimpulan bahwa mahasiswa umumnya pasti memiliki banyak kesibukan dalam hal perkuliahan. Juga dalam hal-hal lainnya seperti disinggung sebelumnya. Lalu pertanyaannya, kalau sudah begitu kapan bisa mengkaji atau belajar Islam?

Tentu, jika kita terus-terusan menjadikan kesibukan sebagai tameng untuk tidak mengkaji Islam, sudah pasti, sampai lulus kuliah kita tidak akan bisa mengkaji Islam. Karena kesibukan akan datang silih berganti. Berharap mengkaji Islam hanya jika ada waktu kosong, saya kira sulit mencari momen tersebut. Padahal, kuliah dan mengkaji Islam adalah dua kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.

“Kalau belajar Islamnya setelah lulus kuliah saja, masih bisa kan?”

“Iya memang bisa. Tapi apakah Anda yakin bahwa besok Anda masih diberi umur. Kalau mati muda?”

SKIP dah.

Lantas, bagaimana seharusnya mahasiswa mensiasati itu semua? Yang utama adalah mengubah cara pandang terlebih dahulu. Pemahaman yang harus kita tanamkan adalah, “jika saya memiliki banyak kesibukan, maka mengkaji Islam harus menjadi bagian yang membuat saya sibuk.” Bukan sebaliknya, “saya akan mengkaji Islam jika kuliah saya sedang santai dan ada banyak waktu luang.” Jadikan mengkaji Islam sebagai aktivitas prioritas, bukan sampingan belaka.

Di samping itu, perlu ada manajemen waktu yang baik. Ini sangat penting sekaligus menjadi kunci agar di tengah padatnya tugas dan kewajiban sebagai seorang mahasiswa, namun kita masih bisa memberikan porsi untuk belajar Islam. Biasakan membuat perhitungan kapan sebuah tugas atau kewajiban itu harus diselesaikan agar tidak mengganggu waktu yang lain, mengurangi aktivitas yang sama sekali tidak perlu dan tidak bermanfaat, dan jangan suka menyia-nyiakan waktu.

Masih banyak cara sebenarnya bagaimana menggunakan waktu dengan baik. Insya Allah akan saya bahas di tulisan saya selanjutnya. Itupun, kalau saya sedang tidak SIBUK. Wallahu al’lam bisshawab.

sumber gambar : youthmanual.com