Tanggal 2 Bulan Desember 2017,
tampaknya masih menjadi tanggal sakti, khususnya bagi umat Islam di Indonesia.
Tanggal ini sekaligus menjadi tanggal yang amat dibenci oleh para pemuja
sekulerisme, kapitalisme, liberalisme bahkan komunisme. Bagaimana tidak, ribuan
bahkan ratusan ribu umat muslim kembali tumpah ruah di jalan-jalan Ibu Kota.
Bila dilihat dari ketinggian, maka sejauh mata memandang adalah jalanan yang
berwarna putih dengan kibaran bendera Laailaha illallah Muhammadar Rasulullah.
Semua bersatu dalam ikatan dan gema takbir tiada henti.
Acara dengan tajuk Reuni Akbar
212 kali ini dibarengi dengan kegiatan lain seperti Maulid Nabi Muhammad SAW,
solat subuh berjamaah, zikir dan doa bersama, sholawatan hingga orasi-orasi
dari para ulama hingga tokoh masyarakat. Meski terbentuknya gerakan 212 ini
berawal dari tuntutan umat Islam kepada tersangka kasus penistaan agama, akan
tetapi saya melihat tujuan aksi kali ini lebih pada menjalin ukhuwah Islamiyah yang lebih kuat.
Saya pribadi merinding ketika
menyaksikan lautan manusia tersebut dari layar televisi. Kekuataan ummat yang
selama ini tersimpan rapi, hari ini perlahan mulai bangkit dan memperlihatkan
Islam Rahmatan Lil Alamin yang sesungguhnya. Tak ada aksi pembakaran ban,
penyanderaan, pengrusakan fasilitas umum, apalagi pengeboman. Kesadaran untuk
membela dan memperjuangkan agama Allah, telah hadir kembali di hati dan fikiran
kaum muslim.
Satu hal yang juga amat berkesan
bagi saya hingga hari ini adalah gerakan solat subuh berjamaah. Gerakan ini
telah digelorakan jauh-jauh hari oleh para ulama, aktivis dan tokoh masyarakat.
Solat subuh berjamaah di silang monas pada aksi reuni 212, mungkin bisa
dikatakan sebagai solat subuh terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sebagaimana
yang kita ketahui, bahwa solat subuh begitu banyak mendatangkan pahala, berkah
dan manfaat.
Saya jadi teringat dengan sebuah
tulisan yang menceritakan tentang pemimpin Yahudi yang pernah berkata bahwa
mereka (Yahudi), tidak akan pernah takut kepada umat Islam terkecuali jika
jumlah umat Islam yang melaksanakan solat subuh berjamaah sama dengan ketika melaksanakan solat Jumat.
Di lain tulisan saya juga pernah
membaca kisah seorang mujahid berumur 17 tahun asal Palestina yang terkenal,
bernama Muhammad Fathi Farahat. Sebelum ia menghembuskan nafas sebagai pejuang
agama Allah, ia pernah berwasiat kepada kita, kurang lebih seperti ini; solat
subuh berjamaah adalah rahim yang akan melahirkan pejuang dan pahlawan.
Melaksanakan solat subuh berjamaah adalah karakter seorang mujahid, tanda
kemenangan dan sifat orang soleh.
Solat subuh memang merupakan
solat yang paling berat karena untuk melaksanakannya manusia harus melawan rasa
kantuk yang amat berat. Karena itu, diperlukan pengorbanan dan segenap
kesungguhan dalam melaksanakannya. Semakin banyak orang yang mau melaksanakan
solat subuh berjamaah, itu menunjukkan bahwa umat Islam semakin kuat dan bermental
baja.
Persatuan atas dasar ikatan
keimanan semacam ini memang sudah sangat dirindukan sejak dahulu. Alasannya,
karena selama ini ada kesan bahwa umat Islam masih terkotak-kotak oleh
golongan, aliran, pergerakan ataupun hal lainnya. Antar organisasi Islam masih
sering terjadi gesekan hanya karena berbeda metode dan pembawaan dalam
berdakwah. Belum lagi ketika umat Islam
harus terjebak dalam perkara bid’ah yang berujung saling membid’ahkan saudara
sendiri, sehingga lupa menyadarkan orang-orang yang masih awam terhadap
agamanya.
Reuni 212 inilah yang menjadi
angin segar bagi kita semua. Anggapan bahwa umat Islam tak bisa bersatu,
terbantah sudah. Kekhwatiran terhadap umat Islam yang tak peduli dengan agamanya
dan hanya menjadi mayoritas tanpa ada kekuataan, perlahan bisa ditepis. Ratusan
ribu orang dengan latar belakang, aliran, mazhab dan organisasi yang berbeda-meski tak semua pula hadir,
dapat tersatukan dan siap memperjuangkan demi tegaknya Islam. Aksi ini tentu
tak bisa dianggap enteng. Ketika umat Islam bersatu, maka tak ada yang mustahil
terjadi.
Kebangkitan yang dimaksud disini
tentulah tidak hanya sebatas bersatunya umat dalam sebuah parhelatan akbar,
akan tetapi kepada terbentuknya corong-corong kebangkitan itu sendiri. Dalam
aksi ini dapat disaksikan banyak orang yang bersedekah semisal membagikan
makanan gratis ataupun hal lainnya yang mereka bisa, kepada para peserta aksi.
Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat berbagi yang tinggi. Dalam bidang
ekonomi, kini terbentuk 212 Mart yang cukup terkenal dan sekarang sedang
berproses. Tentu usaha ini dibangun dengan dijiwai oleh aksi 212 dan landasan syariah Islam. Diharapkan usaha ini akan menjadi cikal bakal bangkitnya ekonomi ummat.
Orasi-orasi yang disampaikan para
tokoh, dapat menjadi panggung pendidikan Islam dan penyadaran yang paling
massif dan besar. Pendidikan politik juga dapat terbangun dengan kegiatan ini dan tentu
saja dengan tujuan menumbuhkan semangat berpolitik Islam, yakni politik yang
ditujukan untuk kemaslahatan ummat sebagaimana yang telah digariskan dalam
Islam.
Berbicara reuni 212 tentuk tak
afdol jika tidak membicarakan serba-serbi penolakan kegiatan ini. Aksi reuni
212 tentu tak akan lepas dari “pemberontakan” kaum kontra. Sebelumnya, dari
sebuah grup WA, saya mendapatkan kabar bahwa ada sebuah perguruan tinggi yang
melarang mahasiswanya untuk mengikuti reuni 212 dengan berbagai macam sanksi
yang telah menghadang. Saya tak tahu pasti apakah kabar itu benar atau salah.
Tapi yang pasti, jika benar demikian, hal ini patut dipertanyakan. Atas dasar
apa sehingga pihak kampus membuat aturan semacam itu. Apakah mereka menganggap
aksi tersebut sebagai aksi yang berbahaya atau bernuansa politik.
Memang, ada banyak kalangan yang
kemudian menafsirkan aksi ini sebagai kegiatan yang mengandung unsur politis
yang kuat. Hal ini didasari atas tumbangnya penista agama yang semula menjadi
objek penuntutan, lantas untuk apa lagi ada aksi semacam itu?. Belum lagi,
tahun politik yang sebentar lagi akan datang.
Kalau boleh saya katakan,
pernyataan tersebut memang benar sekali, bahkan sangat tepat. Reuni 212 memang
harusnya tak sekadar kumpulan orang saja, melainkan harus mampu menjadi
kekuatan politik Islam yang sesungguhnya, sebagaimana yang saya singgung
sebelumnya. Dalam Islam, politik bukanlah sesuatu yang kotor. Akan tetapi
merupakan suatu hal yang amat penting dalam mengatur kehidupan beragama dan
bermasyarakat. Dengan menguasai politik, bukan tidak mungkin kebangkitan Islam
yang telah menjadi janji Allah akan semakin cepat kita sambut. Wallahu a’lam
bisshawab.
sumber gambar: tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar