Mencari Komedi Sejati - Podium.com

Rabu, 24 Januari 2018

Mencari Komedi Sejati


“Tertawa itu sehat” atau “Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang”. Begitulah beberapa kalimat yang sudah sering kita dengar. Tertawa memang merupakan aktivitas yang sering kita lakukan terutama ketika mendapati hal-hal yang lucu. Bahkan banyak ahli dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tertawa dapat membuat tubuh menjadi sehat. Tertawa ternyata juga mampu mempengaruhi kondisi psikologis seseorang menjadi lebih baik.

Ada banyak hal dan cara untuk membuat seseorang tertawa. Salah satunya dari layar televisi. Bagi yang penah hidup di tahun 1980 sampai 1990-an, tentunya masih ingat bagaimana kekocakan yang ada pada film komedi legendaris Indonesia, Warung Kopi atau Warkop DKI. Dibintangi oleh Dono, Kasino dan Indro, film ini terbilang sukses di setiap rilisnya dan selalu berhasil menghibur para penonton. Ada banyak sekali adegan-adegan lucu yang diperagakan trio pelawak ini. Hal itu semakin diperkuat dengan karakter dan penampilan mereka yang memang terlihat nyeleneh. Tak hanya dari adegan, judul film ini juga terbilang unik. Sebut saja, Maju Kena Mundur Kena, Setan Kredit, Pintar-Pintar Bodoh dan lain-lain.

Meski demikian, nilai-nilai atau pesan yang ingin disampaikan dari film ini tidak serta merta hilang karena lawakan-lawakan tersebut. Justru dengan lawakan itulah, film ini semakin digemari banyak orang. Tak jarang, lawakan-lawakan tersebut mengandung pesan dan sindiran sosial. Semua itu memang tak terlepas dari situasi negara saat itu yang dipenuhi oleh keotoriteran penguasa. Satu hal yang bisa kita petik ialah bahwa sebenarnya masalah hidup bahkan negara bisa ditertawakan.

Setelah puncak keemasan Warkop DKI perlahan sirna, muncullah grup-grup lawak lainnya yang juga menghiasi layar kaca. Seperti misalnya Srimulat dan Opera Van Java.  Akan tetapi di tahun 2018 ini, grup-grup lawak tersebut sudah tak terdengar lagi, meskipun beberapa anggota dari grup tersebut masih eksis. Namun bukan berarti tak ada hiburan yang menarik. Justru kini kita memasuki dunia lawak yang baru yaitu lawak tunggal atau Stand up Comedy.

Dari beberapa sumber di internet yang saya baca, cikal bakal dari munculnya Stand up Comedy di Indonesia diawali sejak kemunculan Taufik Savalas (alm) melalui acara Comedy Cafe dan juga acara Ramon Papana sebagai pemilik Comedy Cafe. Akan tetapi acara ini kurang mendapat respons dari masyarakat Indonesia.

Ramon Papana terus berusaha untuk mempopulerkan stand up comedy dengan menggelar open mic di Comedy Café miliknya. Ramon pula yang mencetuskan ide untuk merekam sejumlah penampilan stand up comedian dalam open mic di Comedy Cafe untuk diunggah di Youtube. Setelah berlalu, usaha mengembangkan Stand Up comedy diteruskan oleh seorang Iwel wel pada 6 Maret 2004 yang mengisi acara Jayus Plis Dong Ah di TV7 (sekarang Trans 7) dan juga acara Bincang Bintang di RCTI yang memang acara tersebut di design untuk Stand Up Comedy oleh mas Indra Yudhistira (standupcomedyindonesia.wordpress.com).

Stand up comedy terus berkembang hingga akhirnya Panji Pragiwaksono dan Raditya Dika turut serta membawakannya dan disebar di media Youtube. Sejak itulah, stand up comedy semakin dikenal luas masyarakat. Ditambah lagi beberapa stasiun televisi tertarik untuk membuat program acara TV dengan mengusung konsep stand up comedy. Bahkan kini stand up comedy menjadi ajang kompetisi.

Hingga sekarang, stand up comedy seolah menjadi wabah baru khususnya di kalangan anak muda. Banyak dari mereka yang terjun ke dunia komedi. Terlebih ketika adanya kompetisi, sebut saja Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) yang diadakan stasiun televisi Kompas, semakin menarik perhatian masyarakat. Dari sana jualah, muncul komika-komika-sebutan untuk mereka yang melakukan stand up comedy, yang hingga hari ini masih bisa kita dengarkan lawakan mereka. Diantaranya Ryan, Gee Pamungkas, Babe Cabita, David, Indra Jegel dan masih banyak lagi.

Saya sendiri tidak ingat pasti kapan pertama kali menyaksikan stand up comedy. Yang jelas, saya tahu ada stand up comedy juga dari televisi. Awalnya saya agak risih dengan kalimat-kalimat para komika yang sering kali mendapat sensor. Kalau tidak salah, biasanya sensor diberikan jika ada kata-kata kasar, menyebut nama seseorang atau kelompok atau kata-kata yang menjijikan dan tidak sopan. Tapi saya tak terlalu mempedulikan lagi karena ikut larut dalam kelucuan-kelucuan yang mereka ciptakan.

Belakangan, dunia stand up comedy kembali menjadi perhatian masyarakat. Bukan karena prestasi dari para komika, tapi justru masalah-masalah yang berkaitan dengan isu agama. Dua orang yang mencuri perhatian tersebut berinsial GP dan J. Namun kali ini saya tidak membahas apakah perkataan mereka bisa dikategorikan penistaan agama atau tidak. Biarlah masyarakat dan aparat yang menilai sendiri.

Ada satu hal yang ingin saya tegaskan bahwa memang apapun dapat dijadikan bahan tertawaan. Entah itu hal kecil, besar, yang ada di sekitar kita ataupun yang lainnya. Namun yang harus digarisbawahi adalah ketika agama menjadi objek lawakan, disinilah kekeliruan itu terjadi. Yang harus dipahami ialah bahwa agama dan menyangkut hubungan manusia dengan Allah sang pencipta alam semesta ini. Agama yang diturunkan kemudian disebarkan kepada seluruh manusia tidak melalui proses yang gampang. Karena itu, agama bersifat sakral dan memiliki “zona merah” yang tidak boleh diterobos apalagi sekadar untuk menjadi bahan lawakan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

Kalau demikian, apakah agama kemudian bersifat kaku, selalu serius dan bahkan menakutkan?. Sebenarnya  tidak juga. Sebagai contoh kita pasti kenal dengan K.H Zainuddin MZ (alm). Ceramah-ceramah beliau selalu diselipi dengan candaan ataupun lawakan. Apakah itu kemudian menjadi masalah? Apakah pernah ada orang yang merasa bahwa beliau telah menistakan agama dengan lawakan-lawakan itu? Tentu tidak. Karena dalam hal ini, candaan dimasukkan bukan sebagai sebuah “ajaran”, tetapi sebagai metode pendekatan yang “mustajab”. Para penceramah tentu tahu bahwa ceramah agama yang disampaikan terlalu serius kadangkala tak diminati masyarakat dan membuat mengantuk. Itulah sebabnya, candaan atau lawakan diselipkan sebagai hiburan. Tentunya tanpa berlebihan.

Contoh lainnya adalah gaya ceramah ustadz Maulana misalnya. Justru yang membuat beliau terkenal salah satunya karena cara penyampaian beliau yang unik. Para pendengar dibuat tidak saja mendapatkan ilmu, tetapi juga mendapatkan hiburan. Begitupun dengan Ustadz Abdul Somad yang sekarang sedang “naik daun”. Kemampuan beliau dalam menguasai kitab-kitab, hafalan yang luar biasa dan cara komunikasi yang hebat, tidak terlepas dari guyonan yang beliau selipkan. Terkadang guyonan tersebut berisikan kritik halus kepada umat.

Kembali pada stand up comedy. Saya memiliki harapan besar kepada dunia stand up comedy ini. Saya memimpikan bahwa stand up comedy akan menjelma menjadi hiburan yang cerdas dan berkualitas bagi rakyat Indonesia. Tak sekadar berisi bualan yang bersifat imajinatif, tetapi juga berdasarkan fakta, yang dalam hal ini dapat berupa sindiran kepada masyarakat ataupun pihak penyelenggara negara. Tentu hal itu sah-sah saja dilakukan. Malahan sindiran dengan jalur ini bisa dikatakan sebagai sindiran terbaik karena disampaikan dengan bahasa yang “halus” dan menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat.

Terakhir, masyarakat Indonesia harus tetap merasa bahagia hidup di negara ini. Harus kita akui bahwa masalah negeri ini semakin banyak yang itu bisa menjadi beban fikiran. Karena itu rakyat Indonesia sangat memerlukan hiburan agar tidak “gila” dengan situasi yang sekarang ini. Masalah yang ada sesekali juga harus ditertawakan dan itu bisa didapatkan karena stand up comedy. Wallahu a’lam bisshawab.


*Seorang komika yang masih muda dengan peci hitamnya naik ke atas panggung. Matanya menyapu semua penonton. Setelah membuka dengan salam, ia memulai aksinya.

“Beberapa hari yang lalu gue dengar katanya ada menteri yang pengen menertibkan para ustadz yang kebanyakan melucu. Yaelah, dalam hati gue berfikir, emang salahnya dimana?. Emang kalau ustadz melucu apakah tiba-tiba inflasi jadi naik, utang luar negeri bertambah atau investasi asing berkurang? Gak kaya gitukan?. Tapi ya sudahlah. Gue gak mau lanjutin takut dicyduk. Satu hal yang pengen gue sampaikan adalah, Rakyat Indonesia harus tetap tertawa sebelum tertawa itu dilarang Menteri Agama. Merdeka. Hahayy” (sambil lari-lari kecil).

sumber gambar : simplemeditation.work

Tidak ada komentar:

Posting Komentar