Menuju Pilpres, Jokowi Siapkan “Prajurit Tempur”? - Podium.com

Minggu, 28 Januari 2018

Menuju Pilpres, Jokowi Siapkan “Prajurit Tempur”?

Memasuki tahun 2018, suhu politik di Indonesia diperkiran kembali memanas khususnya dalam pertaruhan pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Berbagai macam strategi, manuver hingga intrik politik akan kembali tersajikan di depan mata. Bagi mereka yang ingin mengambil untung, tentulah saat-saat seperti ini merupakan kesempatan emas. Berbagai macam figur pemimpin akan bermunculan seiring dengan dinamisnya dunia perpolitikan tanah air.

Tak sampai disitu, puncak dari semua ini nantinya adalah pemilihan presiden 2019. Tahun 2018 adalah masa pengumpulan “amunisi”, baik oleh perorangan ataupun kelompok elite parpol dan 2019 adalah momen “menembakkannya”. Kurang lebih begitu gambarannya. Kekuatan partai politik sedikit banyaknya akan tercermin dari pemilihan kepala daerah ini. Akan diketahui mana partai yang memiliki elektabilitas tinggi dan juga sebaliknya.

Jika mengacu pada pemilihan presiden 2019, maka akan muncul sejumlah nama yang diprediksi akan meramaikan pesta lima tahunan ini. Siapa lagi kalau bukan petahana Joko Widodo dan “musuh babuyutan”, Prabowo Subianto. Dikutip dari CNN Indonesia, berdasarkan survei yang dilakukan PolMark pada 9-20 September 2017 dengan responden 2.250 orang dari 32 provinsi menyebutkan bahwa Presiden Jokowi masih menempati posisi teratas dengan memperoleh 41,2 persen. Disusul Prabowo Subianto dengan suara sebesar 21 persen. (22/10/2017).

Meski dua nama tersebut yang memiliki kemungkinan besar untuk maju, tidak menutup kemungkinan dunia politik Indonesia akan diwarnai dengan kedatangan aktor-aktor politik baru. Masih dari hasil survei PolMark, ada sejumlah nama baru yang mulai bermunculan. Antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (2.9 persen), Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan (2,2 persen), Hary Tanoesoedibjo (2 persen) dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (2 persen). Nama-nama inipun tidak terlalu asing di telinga masyarakat. Belakangan, nama-nama ini sering disebut-sebut, baik di media cetak maupun elekronik.

Memang masih terlalu dini untuk memprediksi siapa yang akan menjadi rival Jokowi selanjutnya. Seiring dengan culture politik yang amat dinamis, bisa saja hal-hal yang diluar prakiraan banyak orang akan terjadi. Tapi juga tak ada salahnya untuk mencermati gejala-gejala ini sebagai persiapan menuju pilpres agar tidak salah sasaran nantinya dalam memilih.
           
Dilansir dari situs Republika.co.id, Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan ada tiga nama yang namanya terus mencuat di kalangan masyarakat. Mereka adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo (3/12/2017). Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil survei PolMark yang sudah diterangkan sebelumnya. Itu artinya tidak menutup kemungkinan tiga nama ini bisa saja maju sebagai capres penantang Jokowi meskipun juga terbuka peluang mereka menjadi Cawapres Jokowi. Hal ini bisa terlihat dari hasil survei Indo Barometer yang menduetkan Joko Widodo-Gatot Nurmantyo dan memperoleh nilai 47,9 persen.
           
Yang menarik dari ketiga nama itu adalah dua dari mereka memiliki latar belakang sebagai militer. Itu belum termasuk Prabowo Subianto yang merupakan mantan petinggi Kopasssus. Agus Harimurti Yudhoyono adalah seorang tentara Angkatan Darat lulusan Akademi Militer tahun 2000. Jabatan terakhirnya sebelum hengkang adalah Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203 Arya Kemuning. Ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden ke-6 Indonesia dan sekarang masih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. SBY juga merupakan lulusan Akademi Militer tahun 1973 dan seorang Purnawirawan. Karir militer AHY maupun SBY terbilang cukup baik.
           
Sementara itu Gatot Nurmantyo adalah mantan Panglima TNI era Presiden Joko Widodo sebelum digantikan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto. Nama Gatot memang sudah dikenal banyak masyarakat dan popularitasnya semakin melonjak. Citranya di masyarakat juga terbilang positif. Tidak heran jika namanya sering disebut-sebut lembaga survei dengan elektabilitas yang cukup baik.
           
Lalu bagaimana dengan Anis Baswedan yang sekarang menjabat Gubernur DKI Jakarta? Tak ada yang tak mungkin dalam politik. Semua bisa saja terjadi. Semua orang bisa saja menjadi calon presiden. Apalagi jika menilik sejarah Presiden Jokowi sekarang yang berhasil menjadikan DKI Jakarta sebagai “batu loncatan” untuk menuju istana. Tentu Anis juga punya kesempatan tersebut. Hanya saja semua itu kembali lagi pada dirinya sendiri. Apakah hanya mengurusi Jakarta atau mau mengadu nasib di Pilpres 2019 berbekal parpol yang selama ini mengusungnya dan juga hasil survei yang lumayan bagus.
           
Berkaca dari kemungkinan empat nama itu akan maju, yang mana mayoritas dari kalangan militer, maka Presiden Jokowi seolah sedang menyiapkan “prajurit tempurnya”. Reshuffle Kabinet Kerja jilid IV pada awal tahun 2018 begitu kentara dengan masuknya dua Jenderal sekaligus. Selain masuknya Idrus Marham menggantikan Khofihah Indar Parawansa dan Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar yang menggantikan Hasyim Muzadi (alm), nama Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sempat mencuri perhatian. Mantan Panglima TNI ini menjabat sebagai Kepala Staf Presiden menggantikan Teten Masduki. Sebuah jabatan yang amat dekat dengan Presiden.
           
Dengan masuknya Moeldoko dan Agum Gumelar, maka kini “squad” Presiden Jokowi benar-benar bertabur para jenderal, baik dari lingkungan TNI ataupun Polri. Terhitung ada 11 Jenderal di barisan Joko Widodo. Mereka adalah Jenderal TNI (Purn) Moeldoko (Kepala Staf Presiden), Agum Gumelar (Wantimpres), Wiranto (Menko Polhukam), Ryamizard Ryacudu (Menhan), Subagyo Hadi Siswoyo (Wantimpres), Budi Gunawan (Kepala BIN), Luhut Binsar Pandaijatan (Menko Kemaritiman), Yusuf Kartanegara (Wantimpres), Gories Mere (Staf Khusus Presiden), Djoko Setiadi (Kepala BSSN), dan Sidarto Danusubroto (Wantimpres). (dilansir dari Brilio.net).
           
Harus diakui bahwa kehadiran para jenderal ini bisa membawa pengaruh yang baik dalam kinerja pemerintahan. Dari segi kepimpinan dan pengalaman, tentu mereka tak perlu diragukan lagi. Begitupun dari sisi politis, hal ini sedikit banyaknya juga akan mempengaruhi citra pemerintah. Sejak dahulu, kalangan militer cenderung memiliki citra positif dan dipercaya kebanyakan masyarakat. Tak heran jika dibeberapa wilayah pada kontestasi Pilkada tahun ini, sejumlah calon dari background TNI Polri menyatakan diri maju. Sebut saja Pangkostrad TNI Letjen Edy Rahmayadi (calon gubernur Sumut), Irjen Murad Ismail (Maluku), Irjen Safarudin (calon gubernur Kaltim), Brigjen Siswandi (Cirebon), Mayor Infantri David Suardi (Bengkulu), AKBP Ilyas (Kota Bau-Bau) dan Mayjen TNI (Purn) Sudrajat (calon gubernur Jabar).
           
Adanya pasukan jenderal ini seperti ditujukan Presiden untuk membendung kekuatan penantang yang kemungkinan berasal dari militer seperti disinggung sebelumnya. Memang tujuannya bukanlah untuk mendulang suara prajurit TNI dan Polri karena sesuai undang-undang mereka tak memiliki hak suara untuk menjaga netralitas. Namun para jenderal ini akan mampu memperkuat kedudukan Jokowi untuk kembali maju pada Pilpres mendatang. Para jenderal biasanya memiliki jaringan yang luas sehingga berpotensi menjadi dukungan untuk atasan mereka (baca: Presiden).
           
Dikutip dari Nusantaranews.co Direktur Eksekutif Median Rico Marbun dalam analisisnya mengatakan bahwa berbagai survei menunjukkan saat ini penantang potensial Jokowi adalah Prabowo. Latar belakang militer Prabowo membuat banyak gerbong militer berbaris di belakangnya. Dengan memperkuat barisan jenderal pendukungnya, Jokowi bisa mengimbangi bahkan mengalahkan pasukan pendukung Prabowo (20/1/2018).
           
Tak hanya itu, bisa jadi para jenderal ini sengaja dipersiapkan untuk mendampingi Jokowi di Pilpres. Sosok dari TNI atau Polri memang disebut-sebut sangat ideal mendampingi Jokowi untuk kembali berlaga. Bisa saja Jokowi nantinya akan berpasangan dengan Moeldoko, Luhut atau mungkin Budi Gunawan. Tentu tak ada yang tak mungkin. Bahkan dalam surveinya pada 13-25 November 2017, PolMark Research Center (PRC) menemukan hasil apabila Jokowi dipasangkan dengan Budi Gunawan akan memperoleh 65 persen pemilih dan mengungguli pasangan-pasangan lain (bisnis.com, 19/12/2017). Apakah Anda setuju?.
           
Terlepas dari semua itu, tentu yang disampaikan di atas masih sebatas analisa sederhana. Terjadinya big surprise masih sangat memungkinkan. Kita tunggu saja seperti apa kejutan-kejutan itu. Satu hal yang jangan sampai dilupakan nantinya adalah jangan mudah termakan oleh janji-janji politik apalagi sekadar uang beberapa lembar. Pemimpin negara bukanlah simbol negara semata, namun di tangannyalah nasib lebih dari 250 juta orang akan ditentukan. Kita tunggu saja. Walllahu’alam bisshawab.

*Sumber gambar : merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar