Sebuah Tanya: First Travel Lebih Keji, Kenapa Ahok Yang di Bui? - Podium.com

Kamis, 07 September 2017

Sebuah Tanya: First Travel Lebih Keji, Kenapa Ahok Yang di Bui?


Tergelitik ketika ada beberapa orang yang barangkali sejak kemunculan Aksi Bela Islam sudah merasa “Kepanasan”, kemudian menuliskan sesuatu yang agak “ngawur” setelahnya. Mereka mengait-ngaitkan aksi tersebut dengan kasus First Travel yang sekarang ini heboh bukan main. Bahkan, hampir setiap hari media cetak ataupun online memberitakan tentang kasus tersebut.

Dalam pandangannya, mereka mengeluhkan mengapa seorang pejabat yang berinisial BTP harus didemo dengan jumlah massa yang luar biasa dahsyat dan di luar perkiraan manusia normal. Padahal BTP adalah pejabat yang sangat pro rakyat, pekerja keras, tegas dan revolusioner. Pernyataan yang dikerluarkan BTP pun sebenarnya hanya melawan kampanye-kampanye agama yang menyerang dirinya. Lantas, mengapa kasus First Travel yang merupakan korupsi besar-besaran dana umat tidak didemo.

Berbicara kasus First Travel, memang kasus ini adalah masalah yang amat mengejutkan sekaligus memilukan. Bagaimana mungkin sepasang suami isteri bisa bekerjasama dengan baik dan seolah tak merasa bersalah melakukan perbuatan yang amat keji dan melukai hati puluhan ribu orang. Banyak dugaan pula yang berkembang bahwa kehidupan glamor pasangan tersebut berasal dari uang nasabahnya sendiri.

(liputan6.com)

Saya sendiri marah dengan perbuatan mereka itu. Terlebih ketika saya menyaksikan langsung bagaimana mewahnya sebuah rumah yang dihuni suami isteri tersebut. Waktu itu kebetulan ada sebuah acara di televisi yang menayangkan dan memperincikan aset-aset kekayaan pelaku. Saya tak habis fikir, mengapa mereka bisa senekat itu merampas dana haji. Mencari uang untuk berhaji tentu tak semua orang gampang meraihnya. Bahkan ada yang harus menabung puluhan tahun agar terkumpul uang berhaji. Sekarang, uang mereka lenyap dan tak tahu kemana rimbanya. Bisa kita bayangkan sendiri bagaimana perasaan para nasabahnya.

Menindaklanjuti mereka yang tadi kebakaran jenggot dengan aksi-aksi demo tersebut, yang bahkan menyebut 411 dan 212-nama Aksi Bela Islam waktu itu- sebagai nomor togel, perlu saya jelaskan perbedaan kedua kasus ini. 

 (news.okezon.com)
Pertama, kedua kasus ini memiliki akar masalah yang berbeda. Jika BTP melakukan penistaan agama di depan umum dan semua bukti sudah jelas, berbeda dengan First Travel yang tidak terkait dengan penistaan agama. Memang benar yang para pelaku First Travel lakukan adalah tindak kejahatan luar biasa, namun tidak bermaksud menghina, menjelekkan atau menyerang langsung pada suatu agama. Kasus mereka lebih pada kerakusan dan gaya hidup yang tidak dibenarkan dalam Islam (hedonis).

Kedua, BTP merupakan seorang kepala daerah. Tentu sangat berbeda dengan pelaku First Travel yang mungkin hanya diketahui oleh para nasabahnya dan sebagian masyarakat. Tindak tanduk seorang kepala daerah tentu tak boleh sembarangan terutama dalam hal ucapan karena ia merupakan cerminan dari masyarakatnya. Meskipun ia bagus dalam kepemimpinan namun jangan dilupakan esensi dari seorang pemimpin masyarakat. Ingat pepatah yang mengatakan bahwa lidah lebih tajam dari pedang.

Saya tahu, di luar sana ada banyak sekali orang-orang yang menghina Islam secara terang-terangan, akan tetapi mereka “bukan siapa-siapa”. Jika semua penista/penghina agama tersebut harus di demo, barangkali setiap hari akan dihiasi dengan aksi demo. Tentu hal ini tidak mungkin dan ingin kita hindari. Adanya kepala daerah yang menistakan agama tertentu, dikhawatirkan jika kepala daerah tersebut akan berbuat diskriminasi dan intimidasi kepada agama tertentu.

Ketiga, lambannya pihak aparat penegak hukum memproses masalah BTP yang krusial ini sehingga yang muncul ke permukaan adalah opini bahwa pihak penegak hukum terkesan melindungi pelaku. Hal ini semakin memperkeruh suasana. Puncaknya ketika Aksi Bela Islam 212, barulah pihak kepolisian memberikan kepastian proses hukum. Jika seandainya masalah ini direspon dengan baik ketika di awal, barangkali tak akan sebesar ini. Bandingkan dengan pelaku First Travel yang tak perlu menunggu lama untuk ditindaklanjuti bahkan dilakukan penangkapan dan penyitaan.

Keempat, pernyataan yang mengatakan bahwa BTP didemo akibat perbedaan agama, saya kira tak ada salahnya. Hal ini juga menjadi salah satu penyebabnya. Saya berikan analogi sederhana. Jika ada seorang warga negara Indonesia yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara miskin, bodoh dan terkebelakang. Apa yang kita rasakan?. Dan bagaimana jika pernyataan itu keluar dari mulut seorang warga negara lain dan disebarkan ke ranah publik?. Saya yakin Anda akan memiliki tingkat kekesalan yang berbeda.

Kelima, adanya agenda politik yang komplek. Tidak bisa ditampik bahwa kehadiran unsur politis dan aktor-aktornya turut berkontribusi terhadap kasus BTP. Siapa dan apa yang telah dilakukan, tentunya hanya mereka saja yang mengetahui. Akan tetapi, tetap tidak bisa divonis bahwa aksi demonstrasi tersebut digerakkan oleh politik semata. Masih banyak orang-orang yang datang karena merasa terpanggil dan mampu secara fisik. Lalu bagaimana dengan First Travel. Apakah ada unsur politik disana?. Kalaupun ada, lalu politik macam apa yang menghampiri mereka?. Apakah pelakunya ingin mencalon kepala daerah? sepertinya tidak.

Tentu saja, asap tak akan muncul jika tak ada api. Asap yang besar adalah hasil dari api yang juga besar. Begitupun dengan aksi demonstrasi yang besar, terjadi akibat adanya rentetan permasalahan yang dibiarkan kemudian terakumulasi dengan penyebab-penyebab lainnya. Selain itu, tidak adil jika kita membandingkan sebuah kasus dengan kasus lainnya yang memiliki level berbeda. So, jadilah orang yang bijak. Pahami sebelum bertindak. Wallahu a’lam bisshawab.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar