Teroris, Dari Agama Untuk Agama - Podium.com

Senin, 02 Oktober 2017

Teroris, Dari Agama Untuk Agama



Saat itu saya sedang berada di musholla yang ada di kampus saya. Kebetulan baru selesai menunaikan ibadah solat sekaligus beristirahat sebentar. Tak lama kemudian, datang beberapa orang teman saya sambil membawa selebaran yang katanya dari salah satu instansi di Republik ini. Ia meletakkan selebaran itu begitu saja di hadapan saya. Sekilas, selebaran itu menyinggung mengenai terorisme.

Cukup menarik ketika membaca selebaran itu. Disana dijelaskan bagaimana teroris benar-benar dikecam dan tidak ada satupun agama yang membenarkannya sehingga harus dijauhi. Juga ada ajakan-ajakan untuk memerangi terorisme. Memang, tak ada yang aneh dari pernyataan itu semua. Akan tetapi saya sedikit “njelimet” ketika membaca bagian solusi permasalahan. Disini saya memang bukanlah orang yang sangat ahli dalam hal ini. Akan tetapi saya coba untuk membahas sedikit lebih dalam antara agama dan terorisme.

Bukan saya bermaksud untuk menjadikan agama sebagai sebuah penyebab utama dari tindak terorisme, namun hal ini perlu dijelaskan dan dipahami lebih lanjut. Sebab, jika salah dalam memahami penyebab permasalahan, maka kemungkinan juga akan salah dalam merumuskan kebijakan untuk menanggulanginya. Kesalahan dalam membuat solusi, jelas tidak akan menyelesaikan suatu permasalahan, malah bisa memunculkan masalah-masalah baru.

“Tak ada satupun agama di dunia ini yang menghalalkan umatnya untuk menebar ancaman, teror dan sebagainya”. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini. Tapi apakah kita pernah terfikirkan mengapa seorang teroris rela meninggalkan anak dan isteri hingga keluarganya, menjauhi kehidupannya yang bisa saja sudah berkecukupan, mengorbankan harta benda bahkan nyawanya sekalipun hanya untuk menunaikan “tugasnya”? Bagi orang yang normal dan berifkir rasional, hal ini jelas sangat tidak masuk akal.

Ketidakmasukan akal tersebut sebenarnya disebabkan karena hadirnya “agama” dalam hati seseorang. Barangkali kita sudah mengetahui bahwa para teroris sering beranggapa bahwa yang mereka lakukan adalah perbuatan yang benar, jihad dan mereka beserta keluarganya akan diganjar masuk surga. Keyakinan tersebut jelas berasal dari keyakinan atau agama yang mereka yakini. Disini kemudian saya ingin menggaris bawahi bahwa teroris harus kita akui memang berkaitan erat dengan agama itu sendiri.

Namun kita jangan gegabah terlebih dahulu. Saya kemudian ingin menegaskan lagi bahwa agama yang dimaksud disini bukanlah “agama” pada umumnya. Keyakinan yang ada pada diri seorang teroris sebenarnya berasal dari sebuah agama yang benar namun kemudian mereka salah dalam menafsirkan dan memahaminya. Tidak mengherankan jika mereka mau melakukan aksi-aksi kejahatan biadab tersebut. Mereka seolah tidak merasa bersalah sedikitpun. Bagi mereka, kematian saat “berjuang” sangat mereka idam-idamakan sebab ada “kenikmatan abadi” yang sedang menanti.

Sekarang sudah jelas, bahwa terorisme tercipta dari pemahaman agama yang salah. Jika penyebabnya adalah pemahaman agama yang salah, maka cara menanggulanginya juga tidak boleh jauh dari urusan-urusan agama. Salah satunya adalah dengan cara memberikan penjelasan atau pemahaman agama yang benar. Tidak perlu kita membuat kebijakan yang macam-macam dan terlalu ribet bahkan cenderung mengundang perdebatan.

Selama ini, pemahaman masyarakat terhadap agama masih tergolong minim. Bisa kita lihat dari dunia pendidikan (sekolah umum) dimana pelajaran agama hanya diletakkan sebagai pelajaran pelengkap saja, bukan sebagai ajaran utama. Begitupun di bangku perkuliahan yang mana mata kuliah agama hanya ada pasa semester awal, Itupun sebagian hanya dua SKS. Meski hal ini saya rasa tidak berlaku di sekolah-sekolah atau kampus-kampus berbasis agama.

Dunia pendidikan yang tidak condong pada basis keagamaan kemudian membuat sebagian orang yang haus akan ilmu agama akhirnya mencari ilmu agama tersebut di luar dari sekolah. Disinilah kerentanan itu muncul. Kita tak tahu apakah ilmu agama yang disampaikan itu benar atau melenceng. Kalau itu ilmu agama yang benar, maka ini kabar baik. Namun bisa dibayangkan bagaimana dengan sebaliknya.

Sekolah sebenarnya tak hanya menjadi investasi bangsa Indonesia untuk mendapatkan generasi yang cerdas, kompetitif dan berorientasi kerja. Akan tetapi juga menjadi tempat mencetak orang-orang yang berkarakter dan berintegritas. Semua itu dapat dicapai jika pembelajaran agama tidak dianaktirikan. Jauhnya agama dari dunia pendidikan tak hanya memunculkan benih-benih teroris tetapi juga kejahatan lainnya seperti pencurian, pembunuhan, korupsi dan lain-lain. Apa yang bangsa ini harapkan jika mendapatkan generasi yang cemerlang di otak tapi buruk di hati?.

Dari semua pernyataan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa cara ampuh untuk menanggulangi terorisme adalah dengan memperkuat pemahaman agama kepada masyarakat. Hal itu dapat dilakukan salah satunya dengan menjadikan agama khususnya Islam –karena agama mayoritas dan mengatur semua hal mulai dari bangun tidur sampai bangun negara- sebagai fokus utama dalam dunia pendidikan. Jangan sampai agama malah dijauhkan dari pendidikan dan ketika ada aksi terorisme, justru agamalah yang disalahkan dan dibenci. Wallahu a’lam bisshawab.

1 komentar: